SERIKAT
PEKERJA
PT.GARUDA INDONESIA
Disusun
Oleh:
Nama :Elizabeth
Johanes
Kelas :MJ3A
NPM :1620200005
SEKOLAH TINGGI ILMU
EKONOMI MULTI DATA PALEMBANG
TAHUN AJARAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat dan rahmatnya saya dapat menyelesaikan makalah serikat
pekerja PT.Garuda Indonesia ini. Selain sebagai tugas, Makalah ini dibuat untuk
menambah pengetahuan dan ilmu kita tentang PT.Garuda Indonesia dimulai dari
sejarah,profil dan contoh kasus PT.Garuda Indonesia.Dengan adanya makalah ini
penulis berharap pembaca akan mendapat pengetahuan yang lebih tentang
perkembangan PT.Garuda Indonesia.
Banyak sekali hambatan dalam penyusunan makalah ini baik itu masalah waktu,
sarana, dan lain lain. Oleh sebab itu, Selesainya Makalah ini bukan semata mata
karena kemampuan kami, Banyak pihak yang mendukung dan membantu kami. Dalam
kesempatan ini, penyusu mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak pihak yang
telah membantu.
Saya harapkan makalah ini nantinya akan berguna bagi para pembaca, jika ada
kesalahan dalam makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar dapat lebih baik.
Palembang,Januari
2018
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar…………………………………………………………………..i
Daftar
Isi…………………………………………………………………………..ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang………………………………………………………………1
1.2.Rumusan
Masalah………………………………………….……………….2
1.3.Tujuan
Penelitian…………………………………………………………....2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
Serikat Pekerja……………………...…………………………3
2.2.Profil
PT.Garuda Indonesia………………………………………………...4
2.3.Contoh
Kasus PT.Garuda Indonesia……………………………………...7
BAB
III PENUTUP
3.1.Kesimpulan…………………………………………………………………..11
Daftar
Pustaka………………………………………………………...…………12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
PT
Garuda Indonesa (Persero) Tbk merupakan maskapai penerbangan nasional
pertama dan terbesar yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Sejarah berdirinya PT Garuda Indonesia bermula sejak
Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno mengemukakan idennya di depan sejumlah
pedagang besar di Aceh untuk membeli pesawat Dakota (DC 3) dalam
rangka melanjutkan revolusi kemerdekaan melawan belanda pada 16 Juni 1948.
Menyikapi ide Presiden, Sebagian Besar pedagang kemudian menyumbangkan dananya
hingga terkumpul uang sebanyak 130.000 Strait Dollar dan 20 kg emas yang
kemudian digunakan untuk membeli pesawat DC-3 (Dakota).
Pesawat ini melakukan penerbangan
komersil perdananya dari Yogyakarta menuju ke Jakarta pada tanggal 26 Januari 1949,
yang kemudian dianggap sebagai hari jadi Garuda Indonesia. Pada 25 Desember
1949, Dr. Konijnenburg, wakil KLM yang juga menjadi teman Presiden Soekarno,
melapor kepada presiden di Yogyakartabahwa KLM akan diserahkan kepada
pemerintah sesuai dengan hasil keputsan KMB (Konferensi Meja Bundar).
Konijnenburg juga meminta kepada Presiden untuk memberi nama bagi perusahaan tersebut. Menanggapi hal
tersebut, Presiden Soekarno menjawabnya dengan mengutip sajak berbahasa Belanda
gubahan Raden Mas Noto Soeroto, seorang pujangga terkenal di zaman colonial.
Baris Sajak tersebut bertuliskan “Ik ben Garuda, Vishnoe’s vogel, die zijn
vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden” yang artinya “Aku adalah Garuda,
burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya menjulang tinggi diatas
kepulauanmu”. Dari sajak itulah kemudian pesawat DC-3 yang sudah ada
diberi nama “Garuda Indonesian Airways”.
Garuda Indonesian
Airways (GIA) mendapatkan konsesi monopoli penerbangan dari pemerintah
Indonesia, pada tahun 1950. Dalam pendiriannya, Pemerintah Birma (sekarang
Myanmar) juga turut andil membantu. Garuda Indonesian Airways merupakan proyek
hasil joint antara pemerintah Indonesia dengan KLM , dimana pemerintah
Indonesia memiliki 51% sahamnya. Dalam 10 tahun pertama setelah pendiriannya,
perusahaan ini dikelola oleh KLM, namun pihak KLM terpaksa harus menjual
sebagian sahamnya pada tahun 1953 karena desakan nasionalis.
Di tahun 1985,
pimpinan GIA yang baru yakni R.A.J Lumenta melakukan re-branding terhadap
maskapai ini dengan merubah nama Garuda Indonesian Airways menjadi Garuda
Indonesia. Selain itu, Lumenta juga memindahkan pangkalan utama maskapai yang
awalnya berada di Bandara Kemayoran dan Bandar
UdaraHalim
Perdanakusuma dipindahkan ke Bandara Soekarno Hatta demi memperbaiki
sistem manajemen dan
penambahan rute. Pada tahun yang
sama, Garuda Indonesia berhasil merintis penerbangan menuju ke Amerika Serikat
dengan destinasi Los Angeles menggunakan armada pesawat Douglas DC-10-30 yang
diberi logo spesial gabungan dari Continental Airlines dan Garuda Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian serikat
pekerja?
2. Bagaimana profil PT.Garuda
Indonesia?
3. Apa contoh kasus
PT.Garuda Indonesia dan penyelesaiannya?
1.3
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui
pengertian serikat pekerja.
2. Untuk mengetahui
profil PT.Garuda Indonesia.
3. Untuk mengetahui contoh
kasus PT.Garuda Indonesia dan penyelesainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Serikat Pekerja
1. Pengertian Serikat Pekerja / Serikat Buruh menurut Undang
– Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh Pasal 1
Angka 1
Serikat
Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat
bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
2. Pengertian Serikat Pekerja Menurut UU Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 Angka 17 :
Serikat
Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat
bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
3. Pengertian Serikat Pekerja / Serikat Buruh Menurut
UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Pasal 1 Angka 8.
Serikat
Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan
untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat
bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Dasar Hukum Serikat Pekerja /
Serikat Buruh di Indonesia :
1.
Undang-undang Dasar Negara RI Th.
1945
2.
Piagam PBB tentang Hak2 azazi
manusia Pasal 20 (ayat 1) dan pasal 23 (ayat 4)
3.
UU No. 18 th. 1956 tentang
Ratifikasi Konvensi ILO No. 98 mengenai Hak berorganisasi dan Berunding bersama
4.
KePres No. 23 th. 1998 tentang
Pengesahan Konvensi ILO NO. 87 tentang kebabasan berserikat dan perlindungan
hak berorganisasi
5.
KeMenaker No. PER-201/MEN/1999
tentang Pendaftaran Serikat Pekerja
6.
KepMenaker No. PER-16/MEN/2000
tentang tata cara Pendaftaran Serikat Pekerja
7.
UU No. 21 th. 2000 tentang Serikat
Pekerja (SP)
8.
UU No. 13 th. 2003 tentang
Ketenagakerjaan
9.
UU No. 2 th. 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI)
10.
Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah
Tangga (AD/ART) Serikat Pekerja yg bersangkutan
2.2 Profil PT.Garuda Indonesia
Seiring
semakin meningkatnya permintaan jasa industri penerbangan, Perusahaan terus
mengembangkan jaringan penerbangan hingga ke kota-kota pertumbuhan ekonomi dan
wisata baru di wilayah Barat dan Timur Indonesia. Sejarah penerbangan komersial
Indonesia dimulai saat bangsa Indonesia sedang mempertahankan kemerdekaannya.
Penerbangan komersial pertama menggunakan pesawat DC-3 Dakota dengan registrasi
RI 001 dari Calcutta ke Rangoon dan diberi nama “Indonesian Airways” dilakukan
pada 26 Januari 1949. Pada tahun yang sama, 28 Desember 1949, pesawat tipe
Douglas DC-3 Dakota dengan registrasi PK-DPD dan sudah dicat dengan logo
“Garuda Indonesian Airways”, terbang dari Jakarta ke Yogyakarta untuk menjemput
Presiden Soekarno. Inilah penerbangan yang pertama kali dengan nama Garuda
Indonesian Airways. . Nama “Garuda” diberikan oleh Presiden Soekarno dimana
nama tersebut diambil dari sajak Belanda yang ditulis oleh penyair terkenal
pada masa itu, Noto Soeroto; "Ik ben Garuda, Vishnoe's vogel, die zijn
vleugels uitslaat hoog bovine uw einladen", yang artinya, “Saya Garuda,
burung Vishnu yang melebarkan sayapnya tinggi di atas kepulauan Anda”.
Tahun 1980
Sepanjang tahun 1980-an, Garuda Indonesia melakukan
revitalisasi dan restrukturisasi berskala besar untuk operasi dan armadanya.
Hal ini mendorong perusahaan untuk mengembangkan program pelatihan yang
komprehensif untuk awak kabin dan awak darat Garuda Indonesia dan mendirikan
fasilitas pelatihan khusus di Jakarta Barat dengan nama Garuda Indonesia
Training Center.
Tahun 1990
Armada Garuda Indonesia dan kegiatan operasionalnya
mengalami revitalisasidan restrukturisasi besar-besarandi sepanjang tahun 1980-an.
Hal ini menuntut Perusahaan merancang pelatihan yang menyeluruh bagi
karyawannya dan mendorong Perusahaan mendirikan Pusat Pelatihan Karyawan,
Garuda Indonesia Training Center di Jakarta Barat.
Tahun 2000
Seiring dengan upaya pengembangan usaha, di awal tahun 2005,
Garuda Indonesia memiliki tim manajemen baru, yang kemudian membuat perencanaan
baru bagi masa depan Perusahaan. Manajemen baru Garuda Indonesia melakukan
evaluasi ulang dan restrukturisasi Perusahaan secara menyeluruh dengan tujuan
meningkatkan efisiensi kegiatan operasional, membangun kembali kekuatan
keuangan yang mencakup keberhasilan Perusahaan dalam menyelesaikan
restrukturisasi utang, menambah tingkat kesadaran para karyawan dalam memahami
pelanggan, dan yang terpenting memperbarui dan membangkitkan semangat karyawan
Garuda Indonesia.
Tahun 2010
Penyelesaian seluruh restrukturisasi utang Perusahaan
mengantarkan Garuda Indonesia siap untuk mencatatkan sahamnya ke publik pada 11
Februari 2011. Perusahaan resmi menjadi perusahaan publik setelah penawaran
umum perdana atas 6.335.738.000 saham Perusahaan kepada masyarakat. Saham
tersebut telah dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia pada tanggal 11 Februari
2011 dengan kode GIAA. Salah satu tonggak sejarah penting ini dilakukan setelah
Perusahaan menyelesaikan transformasi bisnisnya melalu kerja keras serta
dedikasi berbagai pihak.
Tahun 2017
Garuda Indonesia - maskapai pembawa bendera Bangsa - saat
ini melayani 83 destinasi di seluruh dunia dan berbagai lokasi eksotis di
Indonesia.
Dengan jumlah penerbangan lebih dari 600 penerbangan per
hari dan jumlah armada 196 pesawat di Januari 2017, Garuda Indonesia memberikan
pelayanan terbaik melalui konsep “Garuda Indonesia Experience” yang
mengedepankan keramahtamahan dan kekayaan budaya Indonesia.
Garuda Indonesia terus melaksanakan program transformasi
secara berkelanjutan. Hasilnya, kini Garuda Indonesia merupakan maskapai
bintang lima, dengan berbagai pengakuan dan apresiasi berskala internasional ,
diantaranya pencapaian ‘The World’s Best Cabin Crew” selama empat tahun
berturut-turut, dari tahun 2014 hingga 2017; "The World's Most Loved
Airline 2016" dan “The World’s Best Economy Class 2013” dari Skytrax,
lembaga pemeringkat penerbangan independen berbasis di London.
Visi Perusahaan
Menjadi
perusahaan penerbangan yang handal dengan menawarkan layanan yang berkualitas
kepada masyarakat dunia menggunakan keramahan Indonesia.
Misi Perusahaan
Sebagai
perusahan penerbangan pembawa bendera bangsa Indonesia yang mempromosikan
Indonesia kepada dunia guna menunjang pembangunan ekonomi nasional dengan
memberikan pelayanan yang profesional.
Pesawat
Berawal dari penerbangan perdana di tahun 1949, Garuda
Indonesia, yang sebelumnya bernama
Garuda Indonesian Airways, mulai mengembangkan armadanya. Garuda Indonesia pada
saat itu mengoperasikan satu pesawat Douglas DC-3 Dakota dan PBY Catalina.
Berikutnya, Garuda Indonesia mengoperasikan armada DH Heron and Convair 340.
Pada tahun 1956, untuk pertama kalinya Garuda Indonesia melayani
jamaah haji Indonesia ke tanah suci Mekkah di Saudi Arabia, dengan menggunakan
armada Convair 340.
Periode 1960-an adalah masa dimana Garuda
Indonesia tumbuh dengan pesat. Pada
tahun 1961, armada Lockheed Electra didatangkan ke Bandara Kemayoran, Jakarta.
Lima tahun kemudian, Garuda Indonesia memperkuat armadanya dengan jet empat
mesin, yaitu Douglas DC-8. Di samping itu, armada lain seperti DC-3/C-47
Dakota, Convair 340, Convair 440, Lockheed Electra, Convair 990A, Fokker F-27
and DC-8 juga melengkapi kekuatan maskapai Garuda Indonesia.
Kemudian pada tahun 1976, untuk pertama kalinya Garuda Indonesia
mengoperasikan pesawat berbadan lebar Douglas DC-10, yang terdaftar sebagai
PK-GIA. Satu tahun kemudian Garuda Indonesia tidak lagi menggunakan pesawat
turboprop engine Fokker F-27. Hal ini membuat Garuda Indonesia sebagai
satu-satunya maskapai yang hanya mengoperasikan pesawat jet, yaitu dengan
armada DC-10, DC-9, DC-8 dan F-28.
Perkembangan armada yang terus melesat pada tahun 1980, membuat
Garuda Indonesia mendatangkan pesawat berbadan lebar Boeing 747-200. Dua tahun
kemudian, maskapai membeli pesawat berbadan lebar lainnya, yaitu Airbus A300B4
FFCC (Forward Facing Crew Cockpit). Pesawat dengan kokpit yang berisi dua orang
ini adalah ide dari Wiweko Soepono, mantan Presiden Direktur Garuda Indonesia.
Pada tahun 1984, barisan armada Garuda Indonesia secara lengkap adalah Boeing
747-200, DC-10, Airbus A300B4, DC-9 and F-28. Dengan 36 unit pesawat F-28, pada
saat itu Garuda Indonesia adalah operator F-28 terbesar di dunia.
Pada tahun 1994, Garuda Indonesia memperkuat armadanya dengan
pesawat berbadan paling lebar pada era 90-an, yaitu Boeing 747-400. Sebagai
tambahan, barisan armada Garuda Indonesia juga dilengkapi dengan Boeing 737
seri 300, 400 dan 500.
Selanjutnya pada tahun 2009, Garuda
Indonesia menambah armada
berteknologi tinggi, dengan memperkenalkan Airbus A330-300 dan Boeing 737-800
Next Generation. Kedua jenis pesawat ini dilengkapi dengan perangkat in-flight
entertainment, Audio and Video on Demand (AVOD), di setiap tempat duduknya.
Perangkat ini memungkinkan penumpang untuk memilih sendiri berbagai macam
hiburan seperti film, program televisi, video musik dan permainan. Sebagai
tambahan, tenpat duduk kelas eksekutif Garuda Indonesia Airbus A330 juga dapat
sepenuhnya berbaring hingga 180 derajat (flat bed seat).
2.3 Kasus
PT.Garuda Indonesia
Pilot-pilot PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA)
di bawah Asosiasi (APG), Kamis(28/7/2011) berencana melakukan mogok karena gaji
yang diterima lebih kecil daripada gaji pilot asing yang dikontrak manajemen
Garuda Indonesia.
Direktur Operasi Garuda Indonesia, Ari Sapari mengatakan manajemen Garuda akan memenuhi tuntutan para pilot yang meminta penyesuaian gaji dengan pilot asing yang dipekerjakan Garuda.
Manajemen Garuda Indonesia lalu mengeluarkan ilustrasi simulasi penggajian penerbang garuda. Dalam ilustrasi itu disebut penerbang lokal mendapatkan gaji perbulannya Rp47,7 juta sedangkan penerbang asing USD8.100 setara Rp68,8 juta per bulan.
Flight allowance yang diterima penerbang lokal Rp10 juta (dengan asumsi 60 jam terbang), sedangkan penerbang asing tidak mendapatkan karena termasuk di gaji. Benefit cash seperti THR hingga insentif-bonus yang diterima penerbang lokal sebesar 3,5 dikali gaji per tahun atau sebesar Rp13,9 juta per bulan. Sedangkan penerbang asing sama sekali tidak mendapatkannya.
Sementara total uang yang diterima bagi penerbang lokal per tahun mencapai Rp860 juta sedangkan penerbang asing Rp826 juta. Dengan demikian, selisih gaji yang bagi penerbang lokal Rp12,3 juta per bulan sedangkan penerbang asing hanya Rp2,25 juta per bulan.
Penerbang lokal tidak mendapatkan housing allowance, sedangkan penerbang mendapatkannya sebesar USD1.200 atau setara dengan Rp10 juta per bulan. Pilot lokal mendapatkan medical allowance, personal accident assurance, lost of flying licence,iuran pensiun, Jamsostek, kesehatan pensiun, penghargaan pensiun. Sedangkan pilot asing tidak," kata Ari.
Saat ini, Garuda Indonesia memperkerjakan sebanyak 43 pilot kontrak dan 34 diantaranya pilot asing. Direktur Operasi Garuda Indonesia, Ari Sapari, menjelaskan, status pilot asing di Garuda hanya bersifat kontrak dengan perjanjian kerja selama 12 bulan. Selama masa kerja tersebut, pilot asing tersebut menerima pendapatan dalam mata uang dolar Amerika Serikat.
Direktur Operasi Garuda Indonesia, Ari Sapari mengatakan manajemen Garuda akan memenuhi tuntutan para pilot yang meminta penyesuaian gaji dengan pilot asing yang dipekerjakan Garuda.
Manajemen Garuda Indonesia lalu mengeluarkan ilustrasi simulasi penggajian penerbang garuda. Dalam ilustrasi itu disebut penerbang lokal mendapatkan gaji perbulannya Rp47,7 juta sedangkan penerbang asing USD8.100 setara Rp68,8 juta per bulan.
Flight allowance yang diterima penerbang lokal Rp10 juta (dengan asumsi 60 jam terbang), sedangkan penerbang asing tidak mendapatkan karena termasuk di gaji. Benefit cash seperti THR hingga insentif-bonus yang diterima penerbang lokal sebesar 3,5 dikali gaji per tahun atau sebesar Rp13,9 juta per bulan. Sedangkan penerbang asing sama sekali tidak mendapatkannya.
Sementara total uang yang diterima bagi penerbang lokal per tahun mencapai Rp860 juta sedangkan penerbang asing Rp826 juta. Dengan demikian, selisih gaji yang bagi penerbang lokal Rp12,3 juta per bulan sedangkan penerbang asing hanya Rp2,25 juta per bulan.
Penerbang lokal tidak mendapatkan housing allowance, sedangkan penerbang mendapatkannya sebesar USD1.200 atau setara dengan Rp10 juta per bulan. Pilot lokal mendapatkan medical allowance, personal accident assurance, lost of flying licence,iuran pensiun, Jamsostek, kesehatan pensiun, penghargaan pensiun. Sedangkan pilot asing tidak," kata Ari.
Saat ini, Garuda Indonesia memperkerjakan sebanyak 43 pilot kontrak dan 34 diantaranya pilot asing. Direktur Operasi Garuda Indonesia, Ari Sapari, menjelaskan, status pilot asing di Garuda hanya bersifat kontrak dengan perjanjian kerja selama 12 bulan. Selama masa kerja tersebut, pilot asing tersebut menerima pendapatan dalam mata uang dolar Amerika Serikat.
PT Garuda Indonesia Tbk mengklaim jumlah gaji yang
didapatkan oleh pilot-pilot lokalnya lebih besar ketimbang gaji pilot asing
yang dikontraknya. Dalam sebulan gaji pilot lokal mencapai Rp 71 juta,
sementara pilot asing Rp 68,8 juta/bulan.
Demikian disampaikan oleh Vice President Corporate CommunicationGaruda Pujobroto
Demikian disampaikan oleh Vice President Corporate CommunicationGaruda Pujobroto
Ilustrasi
simulasi penggajian penerbang Garuda:
Penerbang
Lokal
|
Penerbang Asing
|
||
Gaji
|
Rp47,7 juta per bulan
|
US$8.100 setara Rp68,8 juta/bulan
|
|
Flight Allowance
|
Rp10 juta (asumsi 60 jam terbang)
|
(Tidak dapat, karena termasuk di
gaji, produksi 80 jam terbang)
|
|
Benefit Cash (TT, THR,
Insentif/Bonus)
|
3,5 x gaji/tahun atau Rp13,9
juta/bulan
|
-
|
|
Total Penerimaan per bulan
|
Rp71 juta
|
Rp68,8 juta
|
|
Total Penerimaan per tahun
|
Rp860 juta
|
Rp826 juta
|
|
Benefit/Non Cash
Benefit Allowance, Personal
Accident, Assurance, Lost of Flying, Iuran Pensiun, Jamsostek, Kesehatan,
Pensiun, Penghargaan Masa Kerja 20 tahun, Penghargaan Pensiun
|
Rp12,3 juta/bulan
|
Rp2,25 juta/bulan
|
|
Housing Allowance
|
US$1.200 atau setara Rp10
juta/bulan
|
||
Namun deputi Teknik Asosiasi Pilot
Garuda Isays U. Sampesulse pernah mengungkapkan bahwa kapten pilot asing yang
bekerja pada tahun pertama mendapat gaji US$ 9.000 atau sekitar Rp 77 juta per
bulan. Gaji itu masih ditambah biaya akomodasi US$ 1.200 atau sekitar Rp 10,3
juta. Adapun first officer asingmenerima biaya akomodasi US$
7.200 atau sekitar Rp 64,8 juta.
Adapun kapten pilot lokal, yang sama-sama bekerja pada tahun pertama, mendapat gaji total Rp 43 juta. "Gaji pilot asing itu setara dengan pilot lokal yang sudah punya masa kerja 20 tahun," kata Isays.
Diskriminasi upah ini terjadi karena Garuda menggunakan standar internasional ketika mengontrak pilot asing. Sementara untuk pilot lokal, tidak digunakan standar itu
Salah satu penyebab terjadinya aksi mogok ini, kata Presiden Asosiasi Pilot Garuda, Stephanus, karena selama ini telah terjadi sikap diskriminasi yang dilakukan Manajemen Garuda Indonesia terkait soal pendapatan antara pilot lokal dan asing yang menyebabkan kesenjangan di antara mereka.
Adapun kapten pilot lokal, yang sama-sama bekerja pada tahun pertama, mendapat gaji total Rp 43 juta. "Gaji pilot asing itu setara dengan pilot lokal yang sudah punya masa kerja 20 tahun," kata Isays.
Diskriminasi upah ini terjadi karena Garuda menggunakan standar internasional ketika mengontrak pilot asing. Sementara untuk pilot lokal, tidak digunakan standar itu
Salah satu penyebab terjadinya aksi mogok ini, kata Presiden Asosiasi Pilot Garuda, Stephanus, karena selama ini telah terjadi sikap diskriminasi yang dilakukan Manajemen Garuda Indonesia terkait soal pendapatan antara pilot lokal dan asing yang menyebabkan kesenjangan di antara mereka.
Selain itu, terus bertambahnya
jumlah pesawat tidak diimbangi dengan jumlah penerbang yang memadai menyebabkan
sangat padatnya jadwal terbang bagi pilot. Kondisi tersebut dapat menyebabkan
kelelahan yang kemudian dapat membahayakan keselamatan penerbangan.
Penyelesaian
Manajemen Garuda akhirnya menyetujui
usulan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Jacob Nuwa Wea
untuk mengalokasikan dana sebesar 35% dari pos gaji untuk memperbaiki sistem
penggajian para pilot. Persetujuan tersebut disampaikan Deputi Menteri Negara
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bidang Logistikdan Pariwisata Ferdinand
Nainggolan di lantai 21 Gedung Garuda Indonesia, kemarin. Pernyataan setuju
tersebut disampaikan Ferdinand di depan para wartawan setelah melakukan
pertemuan dengan para direksi dan perwakilan 10 forum pekerja yang ada di
lingkungan maskapai penerbangan Garuda. Yaitu, Serikat Karyawan Garuda (Sekarga),
Forum Komunikasi Teknis, Ikatan Teknisi Pesawat Udara, Forum Komunikasi Garuda
Aviation Training & Education, Forum Komunikasi Garuda Sentra Medika, Forum
Komunikasi Sistem Informasi, Forum Komunikasi Keuangan, Ikatan Profesi Niaga,
Ikatan Awak Kabin Garuda, dan Forum Komunikasi Flight Engineer.
Karyawan nonpenerbang Garuda rela
bila kenaikan gajinya yang semula diusulkan 27% menjadi hanya 25%. Mereka
menganggap semua posisi di Garuda itu penting.
Menurut Ferdinand, karyawan
nonpenerbang rela menerima penurunan usulan kenaikan gaji demi kelangsungan
hidup perusahaan. Karena saat itu Garuda sedang mengalami berbagai tekanan.
Selain krisis keuangan akibat utang masa lalu, Garuda juga harus menanggung
akibat dari penurunan jumlah penumpang internasional sebagai dampak tragedi
Bali.
Dengan kesepakatan tersebut,
komposisi gaji minimal kopilot menjadi Rp6,7 juta dan maksimalnya Rp11,6 juta.
Sementara gaji minimal pilot Rp13,47 juta dan maksimal Rp23,3 juta.
Komposisi tersebut sedikit lebih
besar dari yang diusulkan manajemen sebelumnya. Untuk gaji minimal kopilot
Rp6,5 juta dan maksimal Rp11,3 juta. Sementara gaji pilot minimal Rp13,1 juta,
maksimal Rp22,7 juta.
Menanggapi keputusan manajemen
Garuda tersebut, anggota Tim Collective Agreement Asosiasi Pilot Garuda (APG)
Nanang Rido mengaku lega. Meski begitu, Nanang menganggap keputusan manajemen
tersebut baru langkah awal dari upaya para pilot Garuda untuk memperjuangkan
sistem penggajian sejak 1956.
Kesan belum maksimalnya keputusan
manajemen tersebut memang wajar. Pasalnya, bila perbaikan sistem penggajian
yang diusulkan APG dikabulkan dengan mengalokasikan pos gaji sebesar 39%, gaji
minimal kopilot akan mencapai Rp6,9 juta, maksimal Rp11,9 juta. Sedangkan gaji
pilot minimal Rp13,8 juta, dan maksimal Rp24,06 juta.
Sebelumnya, dalam pertemuan di
kantor Menakertrans, Kamis (13/2), manajemen Garuda menolak usul Menakertrans
untuk mengalokasikan 35% dari pos gaji karyawan Garuda bagi para pilot. Alasan
manajemen, hal itu akan menimbulkan kecemburuan karyawan lain. Menakertrans
sempat kecewa dengan penolakan itu dan mengganggap alasan yang dikemukakan
manajemen terlalu dicari-cari. Jacob menilai sudah sepantasnya pilot mendapat
jatah lebih besar karena tanggung jawab mereka juga besar.
Kekecewaan saat itu juga diungkapkan
Presiden APG Ari Sapari. Kendati demikian, atas permintaan Menakertrans, mereka
mengurungkan niat mogok yang pernah dilontarkan. Para pilot akan terbang dengan
keprihatinan hingga ada keputusan pasti atas usul perbaikan sistem gaji,.
Beberapa pilot bahkan sudah melirik maskapai penerbangan asing sebagai tempat
berlabuh mereka.
Awalnya, para pilot menuntut jatah
39% dari pos gaji karyawan, tapi akhirnya menyetujui angka 35% yang diusulkan
Menakertrans. Angka ini pulalah yang akhirnya disetujui manajemen.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
PT
Garuda Indonesa (Persero) Tbk merupakan maskapai penerbangan nasional
pertama dan terbesar yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia.PT Garuda Indonesia bermula sejak
Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno mengemukakan idennya di depan sejumlah
pedagang besar di Aceh untuk membeli pesawat Dakota (DC 3) dalam
rangka melanjutkan revolusi kemerdekaan melawan belanda pada 16 Juni 1948.
Pesawat ini melakukan penerbangan komersil
perdananya dari Yogyakarta menuju ke Jakarta pada tanggal 26 Januari 1949,
yang kemudian dianggap sebagai hari jadi Garuda Indonesia. Pada 25 Desember
1949, Dr. Konijnenburg, wakil KLM yang juga menjadi teman Presiden Soekarno,
melapor kepada presiden di Yogyakarta
bahwa KLM akan diserahkan kepada
pemerintah sesuai dengan hasil keputsan KMB (Konferensi Meja Bundar).
Konijnenburg juga meminta kepada Presiden untuk memberi nama bagi perusahaan tersebut. Menanggapi hal
tersebut, Presiden Soekarno menjawabnya dengan mengutip sajak berbahasa Belanda
gubahan Raden Mas Noto Soeroto, seorang pujangga terkenal di zaman colonial.
Baris Sajak tersebut bertuliskan “Ik ben Garuda, Vishnoe’s vogel, die zijn
vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden” yang artinya “Aku adalah Garuda,
burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya menjulang tinggi diatas
kepulauanmu”. Dari sajak itulah kemudian pesawat DC-3 yang sudah ada
diberi nama “Garuda Indonesian Airways”.
Indonesia berhasil
merintis penerbangan menuju ke Amerika Serikat dengan destinasi Los Angeles
menggunakan armada pesawat Douglas DC-10-30 yang diberi logo spesial gabungan
dari Continental Airlines dan Garuda Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.fspbun.org/2013/06/pengertian-serikat-pekerja-serikat-buruh/
www.garudaindonesia.com
http://bandarasoekarnohatta.com/sejarah-pembentukan-maskapai-nasional-garuda-indonesia.info
http://witrinrlf.blogspot.co.id/2016/11/contoh-analisa-kasus-msdm-manajemen.html?m=1